-->

Putra Aceh Sang Pendiri Jakarta

HARIANACEH.co.id — Nyata-nyatanya, kontribusi Aceh utk Republik Indonesia bukan cuma menyumbangkan dua pesawat terbang yang merupakan bekalawal Indonesia diwaktu baru merdeka, atau bahasa pasee yg dijadikan linguafrangka, Nama Indonesia “masih ada” kepada dunia internasional puladisuarakan melalui nada Radio Rimba Raya. Ketika itu Indonesia telah dikop kembali oleh Belanda dalam agresi ke II. Tetapi pun yg mendirikan ibukotaNegeri Indonesia itu nyatanya didirikan oleh satu orang putra Aceh yg bernama Fatahillah 

Belum lagi putra Aceh, Teuku Markam menyumbang 27 kilogram emas diatas puncak Monas yg sekarang menjadi kebanggaan kota Jakarta. Atau pun Acehsudah menyumbangkan hasil gas alam-nya selagi puluhan th utk pusat yg dikembalikan ke Aceh cuma nol prosen meski telah ada UU bagi hasil. 

Dalam tidak sedikit referensi, kota Jakarta didirikan mula-mula sekali oleh Ahmad Fatahillah, putra Aceh asal kerajaan Pasai (Aceh Utara) yg hijrah ke tanah Jawa terhadap awal abad ke 15 M. Kedatangannya ke Jawa kala itu disambut oleh Sultan Demak (Pangeran Trenggono). Atas dukungan Sultan Demak, Ahmad Fatahillah sukses merebut Sunda Kelapa & Banten dari kerajaan Pajajaran yg bersekongkol bersama Portugis. 

Penyerangan Fatahillah ke Pajajaran mendapati dua kemenangan sekaligus, tidak cuma sukses merebut Sunda Kelapa dari kerajaan Pajajaran serta suksesmengusir Portugis dari Sunda Kelapa daerah taklukannya. Atas kemenangan inilah terhadap th 1527 M. Fatahillah diangkat jadi Bupati Sunda Kelapa oleh Sultan Demak. Dalam thn itu juga tanggal 22 Juni 1527 Fatahillah mengubah nama Bandar Sunda Kelapa jadi nama “Jayakarta” yg selanjutnya disingkat jadi“Jakarta” mengandung makna “kota kemenangan”. 

Itu peristiwa awal berdirinya kota Jakarta. Ironinya dalam perjalanannya, peran Fatahillah kayaknya digelapkan. Benar-benar “Fatahillah” ada diabadikanbersama berikan nama kepada satu buah Museum di Jakarta (Meseum Fatahillah) atau Museum Histori Jakarta (MSJ). Tetapi kalau kita lihat dgnmemanfaatkan nalar histori kritis, apa yg dipamerkan kepada Museum Fatahillah ini seperti ada masa histori yg terpenggal. Artinya peristiwa Jakarta ygdiinformasikan & dipamerkan, cuma berita periode pra peristiwa sampai sampai periode kolonial. 

Tak kita dapatkan musim histori “Jayakarta” semasa Fatahillah. Musim peristiwa Fatahillah dihilangkan. Nampak dilompatkan dari era pra historiwaktuHindu-Buhda, segera ke waktu Batavia dibawah Kolonial Belanda. Perubahan perubahan nama Jayakarta jadi Batavia terhadap 14 Maret 1621 diwaktu itu Belanda sukses menguasai Bandar Jayakarta nama yg diberikan oleh Fatahillah 22 Juni 1527. 

Penamaan Batavia oleh Belanda buat edit nama Jayakarta ialah utk mengenang suku Batavir satu buah suku tertua di Belanda yg terdapat di lembah sungai Rhein yg dianggap yang merupakan leluhur orang Belanda. Di sini terang, antara penamaan Jayakarta yg diberikan Fatahillah kepada Sunda Kelapa 22 Juni 1527 dgn dgn perubahaan nama Batavia oleh Belanda utk Jayakarta 14 Maret1621, berarti sewaktu satu abad histori Jakarta dipenggal ceritanya dari historiFatahillah. 

Hilangnya satu babak periodesasi berita peristiwa Fatahillah di Museum Histori Jakarta itu, berarti sekaligus menghilangkan kabar histori peranan Fatahillahyang merupakan pendiri kota Jakarta. Kita tak tahu, apakah ini sengaja dihilangkan dikarenakan yg mendirikan kota Jakarta itu, orang Aceh? 

Peristiwa negara ini memang lah menafikan peran Aceh. Nyaris tak ada peninggalan artifak & manuskrip lain yg dipamerkan di Museum Fatahillah (MuseumHistori Jakarta). Sehingga naif bila saat ini Jakarta dgn segala kegemerlapannya mengabaikan pendirinya. Tampaknya para penulis histori Jawa sepertimalas menimbulkan tokoh yg satu ini. 

Fatahillah, ulama pula panglima perang dari Pasai Aceh tak demikian mononjol peristiwa nasional. Seperti halnya Maulana Malik Ibrahim & Malik Ishak (dua ulama Aceh) yg paling awal menyebarkan Islam di tanah Jawa serta tak terangkat ke permukaan. Makam Maulana Malik Ibrahim hingga sakarang masihlahterdapat digersik Jawa Timur, yg batu nisannya diduga persis & seusia dgn nisan-nisan yg terdapat di Samudra Pasai Aceh. 

Fatahillah demikian ditakuti lawan, maka mempunyai tidak sedikit nama kebesaran. Portugis menyatakan nama Fatahillah ini bersama “Falatehan”. Sultan Demak menggelarnya “orang akbar dari Pase”. Dalam version lainnya orang Portugis pula menamai Fatahillah bersama “Fatahillah Khan”. Penduduk Jawaterhadap biasanya semasa hidup Falatehan memanggilnya “Ki Fatahillah”, yg berarti orang terhormat sebab kealimannya & ketokohannya dalam pendudukJawa. 

Dalam tidak sedikit version pula disebutkan sebenarnya yg dimaksud Sunan Gunung Jati dalam Sembilan Wali Songo di Jawa salah satunya yakni Fatahillah.& nama Sunan Gunung Jati sendiri identik dgn Syarif Hidayatullah yg diabadikan terhadap nama Kampus Islam Negara (UIN) Jakarta saat ini. Berarti menurut version ini dengan cara keulamaan Fatahillah menyandang dua nama lain yg ditabalkan kepadanya, adalah Sunan Gunung Jati & Syarif Hidayatullah. 

ada banyak peristiwa yg dikubur, termasuk juga riwayat perkawinan Fatahillah yang merupakan menantu dari Sunan Gunung Jati, lantaran Fatahillah dikawinkan oleh Sultan Demak dgn keponakannya anak dari sunan Gunung Jati. Maka kalau ada pernyataan bahwa Fatahillah bukanlah Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, sebuah yg lemah. Lantaran seandainya di bandingkan bersama sumber-sumber yang lain seperti dalam Babat Caruban (diubah Babat Cerebon : 1720 M). 

Saifufuddin Zuhri dalam Peristiwa Kebangkitan Islam Indonesia (1980), & H.M. Zainuddin dalam Tariehk Aceh & Nusantara (1961) menyatakan yg dimaksud Sunan Gunung Jati yaitu nama lain dari Fatahillah seseorang ulama dari Pasai (Aceh) yg hijrah ke tanah Jawa, yg seterusnya sukses merebut Bandar Sunda Kepala dari Kerajaan Pajajaran & Portugis, dulu menamainya Sunda Kelapa ini bersama nama “Jayakarta” yang merupakan cikal dapat awal berdirinya kota Jakarta juga sebagai ibu kota negeri Republik Indonesia yg kita kenal sekarang.